Halaman

Jumat, 22 April 2011

Analisis Proses Morfologis Kata "Bersitegang" dalam Bahasa Indonesia


Morfologi menurut M. Ramlan adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Satuan terkecil dalam tataran morfologi adalah morfem sedangkan kata adalah satuan terbesar.
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Proses morfologis adalah proses penggabungan suatu morfem dengan morfem lain dalam membentuk kata. Berkaitan dengan hal itu, kita sering mendengar atau mengucapkan kata “bersitegang” dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sudahkah kita mengetahui proses morfologis kata tersebut? Mari kita perhatikan bersama kalimat berikut:
(1)               Saat itu si pemuda sedang bersitegang  dengan bujang si pemilik penginapan yang menagih bayaran.

Nah, kini muncul pertanyaan, melalui proses morfologis apakah kata “bersitegang” dan terdiri dari morfem apa saja kata “bersitegang”? Perkiraan sementara mungkin jawabannya adalah melalui proses afiksasi sebab telah kita ketahui bersama bahwa bahasa Indonesia memiliki prefiks ber-. Lalu bagaimana bila ada yang mengatakan “bersitegang” dibentuk dari prefiks bersi-? Tentu hal ini memerlukan analisis lebih lanjut.
Dalam contoh kalimat di atas, dapat dilihat bahwa kata “bersitegang” menduduki kategori verba, lebih tepatnya verba deajektival yakni verba yang berasal dari ajektiva sebab kata “tegang” berkategori ajektiva. Secara umum, prefiks pembentuk verba ada beberapa jenis seperti meN-, ber-, ter-, di-, dan per-. Berkaitan dengan “bersitegang” apakah dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks bersi-? Dari beberapa buku yang saya jadikan referensi, tidak satu pun yang menyatakan bahwa bersi- adalah prefiks dalam bahasa Indonesia.
Si- dalam bentuk “bersitegang” agaknya jarang dibahas. Sebab si yang sering kita ketahui adalah si yang berkategori artikula yaitu kata tugas yang membatasi makna nomina seperti si pemuda dan si pemilik dalam contoh kalimat (1) di atas. Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat artikula yang menominalkan yang membentuk verba dan berfungsi untuk menandakan dirinya menjadi bersifat tertentu seperti bersitegang, bersikukuh, bersimaharajalela, bersikeras, bersilengah. Ada apa dengan si-?
KBBI menjelaskan si dalam hal ini adalah bentuk terikat yang lazim didahului ber- (menjadi bersi- atau berse-) yang menyatakan: a berbuat dirinya menjadi; b saling (dl bentuk kata kerja ber-…-an). Ternyata ada kemungkinan “bersitegang” tidak hanya terbentuk karena bersi- tetapi juga berse-. Mungkinkah berhubungan dengan prefiks se-?
Memang tidak dijelaskan secara detail mengenai prefiks se- yang berkaitan dengan “bersitegang”. Ahli bahasa, J.S. Badudu dalam buku Pelik-Pelik Bahasa Indonesia mengelompokkan kata yang dasarnya kata sifat, awalan se- mempunyai arti sama dengan. Namun terdapat pula arti awalan se- yang lain yang juga dipakai pada kata-kata nama tumbuhan seperti sekejut dan setawar yang kini dilafalkan menjadi sikejut dan sitawar. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh bahasa Minangkabau yang tidak mengenal vokal /e/ sehingga diganti menjadi /i/. Begitu pula kata “bersitegang” bervariasi dengan “bersetegang” yang dalam bahasa Minangkabau adalah basitagang.
Dalam bahasa Minangkabau sendiri ternyata terdapat prefiks basi- yang dapat berfungsi derivasional atau infleksional. Prefiks basi- yang berkombinasi dengan ajektiva merupakan prefiks yang derivasional, sedangkan prefiks basi- yang berkombinasi dengan verba merupakan prefiks yang infleksional. Buku Tata Bahasa Minangkabau mencontohkan pengertian tersebut dalam kalimat di bawah ini:
Prefiks basi- derivasional

(2)               Basilambeklah saketek. Jan tagageh gageh bana.
Bersilambat-lambatlah sedikit. Jangan tergesa-gesa benar.

Prefiks basi- infleksional

(3)               Inyo bajalan basisuruik
Dia berjalan bersimundur.

Kata bersitegang dianalogikan sama dengan kalimat (2).
basitagang                               bersitegang
basilambek                              bersilambat

Jadi bisa disimpulkan sementara bahwa bentuk bersi- merupakan proses pengadopsian prefiks basi- dalam bahasa Minangkabau ke dalam bahasa Indonesia.
Ema Hasan, dkk, dalam buku Sari Tata Bahasa Indonesia menjelaskan arti prefiks ber- dalam “bersitegang” agaknya sama dengan bentuk berikut:
bersimaharajalela                   berlaku seperti si maharajalela
bersibodoh                              berlaku seperti si bodoh
bersibisu                                  berlaku seperti si bisu

Jika diselidiki lagi ternyata memang benar kata “bersitegang” mengandung artikula yang menominalkan yakni:
bersitegang                              berlaku seperti si tegang

Berdasarkan penjelasan mengenai proses morfologis di atas, maka kata “bersitegang” memiliki satu morfem bebas dan utuh yaitu {tegang} yang berkategori ajektiva dan satu morfem terikat yaitu {ber-} yang berkategori verba. Bentuk si- bukanlah morfem sebab si- dalam “bersitegang” merupakan bentuk terikat yang dalam hal ini selalu didahului ber-. Seperti yang dipaparkan dalam Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia:
Ada sekelompok kecil verba ber- yang diturunkan dari dasar yang berartikel si, contohnya:

keras                                        bersikeras
maharajalela                            bersimaharajalela
tegang                                      bersitegang
kukuh                                        bersikukuh

Dapat diuraikan bahwa proses morfologis kata “bersitegang” adalah {tegang} + {bersi-}. Dalam “bersitegang” terjadi proses derivasi yaitu pembentukan kata yang dapat membentuk kata lain  yang berbeda dan identitas leksikalnya berbeda pula (verba deajektival).

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, et al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ayub, Asni, et al. 1993. Tata Bahasa Minangkabau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Badudu, J.S. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Husnan, Ema, et al. 1987. Sari Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
Kridalaksana, Harimurti. 2007. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan, M. 2001. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Suherlan dan Odien R. 2004. Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya. Untirta: FKIP.
Tim Penyusun. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.






Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar: