Halaman

Sabtu, 30 April 2011

Kenangan PPL

Tulisan bulan November 2010 lalu...


Aku gak sangka kalau hari ini begitu biru. Benar kata Kak Cahaya (tokoh dalam bayi novelet kami; aku dan Ayu), “tidak ada yang kita punya selain kehilangan.” Hmm, hari ini hari terakhir PPL di SMA itu. Hari sepertinya malas menjemput siang, pukul 13.30 terasa lamaaa sekali. Biasanya sih, sambil menunggu aku beli es krim di kantin kejujuran, huh tapi belum buka euy... (gagal deh ke surga dunia...).

Eitts, udah bel... Kubawa segala perlengkapan buat mengajar: buku cetak, berkas-berkas penilaian, tempat pensil, tiga gulung karton buat media, lakban, double tip, gunting, gergaji, amplas... (wkwk, tapi bohong...). Masuk kelas, para siswa masih mencatat pelajaran sebelumnya. Ini masih mendingan, biasanya mereka nyeletuk, “Yaelah Bu, masuknya cepet amat... Emang udah bel?” Wewew...

Proses KBM berjalan seperti biasa. Aku berteriak-teriak gak jelas, beneran deh makin ke sini mereka makin hobi ngobrol. Apalagi siswa laki-laki, kok ya mirip banget kayak transaksi di Pasar Jongkok. Hauuuus banget rasanya deh kalau lagi kayak gitu. Gak kebayang gimana rasanya jadi guru yang ngajar banyak jam per harinya. Subhanallah, semoga jadi berkah.

Hari ini, kami belajar menulis resensi. Seru, mereka bawa satu buah buku yang pernah selesai dibaca. Tapi masih aja ada yang gak bawa. Alhasil, mereka kusuruh meresensi buku pelajaran. Hihi, emang enak!!! Rasakan... J

Menjelang bel pulang.
Aku merasakan hampir tidak ada yang istimewa. Ah, kenapa mereka diam saja? Gak tau apa kalau hari ini aku terakhir mengajar mereka? *Suudzon mode: ON, (jangan ditiru).
“Ayo, buang sampah yang ada di bawah kalian!... Kalau sudah, cepat disiapkan. Mau pulang kan?” Tapi kok rasanya ada yang beda ya, biasanya setelah bel pulang, tanpa diminta, mereka langsung berkemas. Dan ternyata...

Asa, salah satu siswaku maju... Ups, sebenernya sih lebih pantes kupanggil Adik. Katanya,“Kak, ini kenang-kenangan dari kita, XI IPA 3...” Dalam hati, “Jiaah, ni anak masih juga manggil gue Kakak, Ibu kaleee... celingak-celinguk, untung gak ada dosen (emang dosennya gak dateng), abis nih kalau ketahuan dia manggil Kakak.”

Dia membacakan tulisan itu. (Tunggu, aku ambil dulu kertasnya di dalam tas, lupa sih J stay tune ya...)
“Terima kasih Ibu Endah, We love you. See you next time, don’t forget us! XI IPA 3.”
Wow!!!! Jadi terharu. Aku gak bisa menyembunyikan perasaan. Si melankolis untung gak keterlaluan, jadi gak keluar deh tuh makhluk asin bernama air mata. Meski ada siswa yang nyeletuk, “Wah, ibunya nangis!” Jaim gitu deh ceritanya, “Kalian kali yang nangis, wkwk...”

I’m spechless...
Setelah itu, Asa bilang, “Kak, Diga mau kasih lagu buat Kakak.” Seketika Asa duduk, Aldiga berdiri di tempatnya. Gayanya, mirip banget kayak vokalis band gitu. Siswa yang lain duduk manis menonton aksi yang entah mereka rancang atau gak, sementara Bu Nur, guru pamongku, terdiam sambil senyum (mungkin sambil inget2 masa muda dulu, hihi...). Salam hangat buat Ibu, hangaaat sekali, peace ahh...

Kemesraan ini janganlah cepat berlalu...
Kemesraan ini ingin kukenang selalu...
Hatiku damai, jiwaku tenteram di sampingmu...
Hatiku damai, jiwaku tenteram bersamamu...
Arrrghhh!!! So sweeeet... Akhirnya, lagu itu tumpah ke lantai. Eh, salah, tumpah ke seantero ruang kelas ber-AC. Dinginnya kontras sekali dengan suasana perpisahan kami yang begitu hangat. Apalah arti pertemuan kalau tidak ada perpisahan. Aku belajar banyak dari banyak kejadian. Subhanallah, indahnya menjadi guru... Makin gak asing sama ‘ikrar’ diri sendiri, emang enak kemakan kata-kata, “Ihhh, amit-amit deh gue jadi guru!” Ya Allah terima kasih atas semuanya.... J

Pulang dari sekolah, pengen banget cepat-cepat sampai di rumah. Ceritanya pengen pamer sama Emak Babeh, yang belum percaya kalau anaknya jadi guru, “Makanya, kalau lagi ngajar difoto, Bapak mau lihat...” Oh nooo, gubrak !?%$#%^^

AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada

(Sapardi Djoko Damono)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar: